Lencana Facebook


Followers
Selasa, 13 November 2012
Keindahan Islam, bagi saya, terasa mudah. Setiap pagi, di awal hari itu, mendengar suara adzan yang dikumandangkan dari masjid terasa indah sekali. Suara itu mengingatkan tentang ke maha besaran Allah, bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Suara keras dan indah itu mengajak shalat dan juga menyeru pada kemenangan. Melalui suara adzan itu pula diingatkan bahwa shalat lebih baik daripada tidur. Suara itu memanggil-manggil siapa saja yang berada di sekitar masjid untuk datang dan selanjutnya menjalankan shalat bersama-sama.
Segera setelah dikumandangkan adzan, satu demi satu, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, datang memenuhi panggilan itu untuk shalat bersama-sama. Antar tetangga di awal hari itu sudah ketemu. Mereka hadir dan bertemu bukan untuk transaksi ekonomi, politik dan lain-lain, tetapi bersama-sama mengingat dan menyembah Allah, Dzat Yang Maha Pencipta. Ucapan-ucapan yang disuarakan oleh setiap jama’ah adalah kalimat-kalimat yang indah, yaitu tentang sifat-sifat Allah yang mulia, misalnya Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, istighfar atau memohon ampunan dari Allah dan lain-lain.
Sebagai ummat Islam yang taat, mereka tidak akan bangun terlambat. Kegiatan itu sekaligus menjadi salah satu ciri khas umat Islam, yaitu selalu bangun pagi tepat waktu dan atau tidak pernah kesiangan. Sebelum ayam berkokok, dan atau matahari terbit, kaum muslimin sudah terbangun, dan sudah bertemu dengan para tetangga untuk menjalankan shalat subuh berjama’ah. Pada saat itu tidak ada di antara mereka yang merasa hebat, lebih tinggi, dan atau lebih mulia. Semua anggota jama’ah berkedudukan sama dan sederajat. Mereka yang datang terlebih dahulu, siapapun orangnya, menempati shaf awwal, dan sebaliknya yang paling akhir akan mendapatkian tempat di paling belakang.
Dalam Islam tidak mengenal strata sosial. Pejabat tinggi, orang kaya, terhormat karena ilmunya dan lain-lain, tatkala sedang berada di masjid, akan mendapatkan perlakuan sama. Tukang becak, kuli bangunan, buruh, sopir angkot, dan bahkan pengangguran sekalipun, menempati shaf awal manakala mereka datang terlebih dahulu. Demikian pula, tatkala mereka ini rukuk dan sujud tanpa merasa salah, -----dan memang tidak salah, membelakangi pejabat, orang kaya lagi terhormat yang datang kemudian dan mengambil posisi di belakang. Kalau pun ada strata sosial dalam Islam, maka ukurannya bukanlah bersifat fisik, melainkan yang lebih bersifat subsantatif dalam kemanusian, yaitu taqwa, ilmu dan amal shalehnya.
Tingkat ketaqwaan setiap orang tidak akan bisa dilihat pada hari ini. Hakim yang paling adil menentukannya hanyalah Tuhan sendiri. Tatkala masih di masjid, di tempat kerja, di jalan menuju tempat kerja masing-masing, ketaqwaan itu tidak akan bisa dilihat secara pasti, siapa sebenarnya yang paling berhak menyandangnya. Orang tidak bisa mengklaim dirinya paling taqwa dan atau sebagai orang yang paling diterima amalnya. Di hadapan Allah semua orang adalah sama, tidak terkecuali di pagi waktu datang shalat subuh di masjid itu.
Kegiatan shalat subuh berjama’ah bagi kaum muslimin adalah aktifitas rutin, yaitu dilakukan pada setiap pagi. Tidak ada masa-masa libur, yang bisa dijadikan alasan tidak datang ke masjid. Selain itu kedatangan ke masjid juga tidak bisa diwakilkan. Semua orang yang telah berkewajiban shalat harus datang sendiri-sendiri. Isteri yang tidak sedang berhalangan tidak bisa mewakilkan kepada suami atau anak-anaknya. Demikian pula sebaliknya, seorang ayah tidak cukup mewakilkan pada anak atau isterinya. Shalat subuh berjama’ah adalah kewajiban individu yang harus ditunaikan sendiri-sendiri.
Gambaran yang demikian itu menunjukkan bahwa dari komunitas muslim menggambarkan keindahan yang luar biasa. Melalui shalat subuh berjama’ah itu, di antara mereka akan saling mengenal, saling memahami, saling menghormati, saling kasih mengkasihi, dan saling tolong menolong. Maka sangat tepat diumpamakan bahwa kehidupan umat Islam bagaikan satu bangunan atau satu tubuh yang kokoh, masing-masing bagian saling memperkukuh. Inilah keindahan shalat subuh. Masyarakat muslim dalam tataran keluarga disatukan oleh rumah tangganya masing-masing, sedangkan pada tataran komunitas disatukan oleh tempat ibadah atau masjid.
Namun sayangnya, masjid yang dibangun dengan semangat kebersamaan hingga menjadi rumah bersama itu, sementara ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Di saat subuh, sekalipun dari masjid itu dikumandangkan suara adzan yang keras, ternyata masih belum membangkitkan semua orang yang bertempat tinggal di sekitar masjid. Mungkin dengan suara adzan itu mereka terbangun, shalat subuh, tetapi belum merasa harus datang ke masjid. Keindahan bertemu dengan para tetangga dan juga shalat berjama’ah di masjid belum dirasakan. Gambaran tersebut menunjukkan, Islam itu sedemikian indah, antar para jama’ah disatukan oleh kegiatan ritual di sepanjang waktu di masjid. Sejak subuh itu, Islam menjadi terasa sedemikian indah.Wallahu a’lam.
Label:
Islam Itu Indah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
memang indah sekali mas reza.
Posting Komentar